Gagalnya sistem aplikasi perpajakan Coretax dinilai telah menjelma menjadi skandal yang merugikan negara. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mendoronga adanya audit untuk memeriksa proses pengadaan mengingat anggaran yang digelontorkan fantastis, menyentuh Rp1,3 triliun.
“Skandal yang besar. Jadi ini harus meminta keterangan dari Sri Mulyani, mantan dirjen pajak, kenapa kok dengan anggaran yang sangat besar untuk pengadaan Coretax, tapi dikelolanya secara amatiran, tidak profesional,” ujar Bhima, Sabtu (25/10/2025).
Akibat dari ketidakprofesionalan itu, lanjut Bhima, justru berimbas pada hilangnya potensi penerimaan pajak. Keluhan ini disebutnya datang dari berbagai pihak, baik dari kalangan pelaku usaha maupun wajib pajak individu. Ia menduga kuat ada korelasi antara kegagalan Coretax dengan menurunnya rasio pajak.
“Sehingga ada korelasi juga, Coretax menyebabkan kerugian negara. Kenapa? Karena rasio pajak yang turun, itu salah satunya disumbang oleh Coretax. Jadi ini ranahnya sudah kerugian negara dan pidana. Harus segera dituntut,” tegasnya.
Bhima mendesak agar dilakukan audit dan investigasi mendalam oleh BPK atau BPKP. Lebih jauh, ia meminta agar semua pihak yang terlibat, termasuk yang disebut-sebut oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dimintai keterangan.
“Kan nanti Purbaya kan yang tahu juga tuh soal Coretax bahwa anak SMA yang dibelakangnya itu memberikan keterangan di pengadilan sebagai saksi yang memberatkan Sri Mulyani dan dirjen pajak sebelumnya,” tutur Bhima.
Polemik ini, menurutnya, harus diungkap secara tuntas karena kegagalan sistem ini memiliki dampak berantai yang serius. Kepercayaan wajib pajak dikhawatirkan akan menurun, yang pada akhirnya menyulitkan peningkatan rasio pajak. Dia menegaskan, negara tidak boleh lagi menanggung kerugian akibat proyek yang gagal.
“Kemudian rasio pajak akan sulit naik karena butuh perbaikan yang ekstra dan pengadaan lagi. Dan itu artinya akan membuat anggaran negara keluar lebih banyak lagi untuk reformasi sistem perpajakan. Defisitnya bisa melebar karena mengurus soal perbaikan Coretax yang bermasalah sejak awal,” pungkas Bhima.
Sebelumnya, pengakuan mengejutkan datang dari Menkeu Purbaya, yang mengakui Coretax tak mumpuni untuk digunakan. Bahkan dia menggandeng peretas putih alias White Hacker untuk menguji aplikasi warisan eks Menkeu Sri Mulyani, usai dilakukan sejumlah perbaikan.
“Kita juga sudah panggil hacker kita, yang jago-jago, ini bukan orang asing. Orang Indonesia tuh hacker-nya jago-jago banget, saya panggil yang ranking-ranking dunia itu yang jagoan, enggak payah sih. Dan sudah di-test, sudah lumayan,” ujar Purbaya kepada wartawan, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Purbaya mengatakan, sistem Coretax yang telah dikembangkan selama empat tahun oleh pihak asing rupanya sering bermasalah. Bahkan dia menyebut, pihak asing, LG CNS, yang ditunjuk untuk menyelesaikan sistem Coretax juga tak menemukan jalan keluar.
“Kesimpulannya yang saya bilang tadi, dari problem kritis yang sering dialami pengguna, itu sudah cukup banyak terasa sih, sesuai dengan target awal kita ya, target awal anak buah saya sih, karena depan bisa diberesin, tengah bisa diberesin, yang di bawah yang di LG gak bisa,” kata dia.
Lantas, Purbaya langsung menunjuk tim untuk memperbaiki sistem tersebut. Saat dicek kata dia, timnya menemukan hal lucu pada Coretax. Dia menyebut, sistem tersebut seperti dibuat oleh anak lulusan SMA.
“Komentarnya lucu deh, begitu mereka dapet source codenya, dilihat sama orang saya. Dia bilang wah ini programmer tingkat baru lulusan SMA, jadi yang dikasih ke kita bukan orang jago-jagonya kelihatannya,” paparnya.
Lebih lanjut, Purbaya menceritakan pengalamannya merekrut hacker. Kata dia, semakin pintar seorang hacker maka semakin tidak jelas sekolahnya. Adapun hacker yang direkrut untuk mengatasi Coretax pernah menangani permasalahan serupa di Kemenko Polhukam.
Hacker tersebut kata dia pernah dilatih di Rusia selama 6 bulan ditempat khusus. Selain itu hacker tersebut pernah bekerja bersama dirinya saat di LPS dan di Kementerian Maritim dan Investasi.
“Dia dilatih di Rusia 6 bulan kali. Khusus di tempat tertutup di sana. Jadi kayaknya KGB juga dia. Saya pakai di pertahanan kan aman. Jadi saya percaya dia,” ucapnya.
Purbaya juga pernah mengetes hacker tersebut dengan meretas jaringan LPS. Dia juga mengatakan, pernah memanggil satu grup hacker berjumlah 8 orang yang merupakan ranking 6 besar dunia.
“Jadi mereka biasa dipakai ngehack untuk tes Google dan lain-lain. Yaudah, datang ke tempat saya,” tuturnya.