Nestapa Ibu Hamil Terisolir di Takengon 8 Hari Tanpa Bantuan

Jakarta – Hujan deras melanda Takengon, Aceh Tengah, pada Selasa (25/11/2025) malam. Keesokan harinya, longsor menutup Jalan Bireun-Takengon dan Jalan Bener Meriah-Aceh Tengah, sehingga akses menuju wilayah itu terputus total. Tak hanya jalan, sejumlah tiang listrik juga tumbang akibat banjir dan tanah longsor pada Rabu (26/11/2025).

“Sejak itu, siang hari tanpa sinar matahari dan malam tanpa listrik. Hari-hari kami sepi dan gelap,” ungkap Martika, warga Bebesen, kepada IDN Times, Rabu (3/12/2025) malam.

1. Listrik dan sinyal benar-benar hilang

Martika menceritakan, pada hari Rabu itu, listrik dan jaringan telekomunikasi benar-benar lenyap. Ia bahkan harus berjalan dua kilometer untuk mendapatkan sinyal dan mengirim pesan.

Dalam kondisi tanpa listrik dan jaringan komunikasi, Martika beserta suami dan anak sulung berusia tiga tahun hanya bisa saling membantu antar tetangga. Ketersediaan makanan pun terbatas dan menipis setiap hari.

“Stok makanan habis pada Kamis. Semua warung sembako tutup karena kehabisan barang,” katanya.

2. Harga kebutuhan pokok melambung

Bahan makanan pokok pun menjadi langka dan harganya meroket. Mi instan kini dijual antara Rp7.000 hingga Rp10.000 per bungkus, tergantung merek. Telur ayam satu peti naik menjadi Rp100 ribu, sementara beras lima kilogram yang biasanya Rp65 ribu kini dijual Rp100 ribu.

“Beras, telur, bahkan ayam sudah tidak ada di toko sejak Jumat. Kalau pun ada, harganya tidak masuk akal,” kata Martika.

Ia terpaksa mengonsumsi mi instan dengan lauk ikan tawar yang masih tersedia, sementara sisa telur dan nasi diutamakan untuk anaknya. Kebutuhan memasak juga menjadi masalah karena BBM dan gas langka, sehingga mereka harus menggunakan kayu bakar.

“Pom bensin penuh antrean panjang, orang panik membeli, entah dapat atau tidak,” jelas Martika.

3. Harapan untuk meninggalkan Takengon pupus

Dalam kondisi itu, Martika berharap bisa meninggalkan Takengon. Ia sempat mengecek tiket pesawat dari Bandara Rembele ke Medan seharga Rp2,5 juta. Namun, jalan menuju bandara banyak yang longsor, dan pesawat baling-baling hanya terbang sekali seminggu dengan penerbangan penuh hingga 11 Desember.

“Harapan untuk keluar pun pupus. Saya hanya bisa berharap bantuan makanan segera datang, listrik dan sinyal kembali,” katanya.

Martika menambahkan, di hari kedelapan pasca-bencana, ia fokus bertahan hidup, meski harus melewatkan jadwal USG kandungan yang seharusnya akhir bulan lalu.

4. Akses menuju Takengon masih terputus

Kapusdatinkom BNPB, Abdul Muhari, tiba di Aceh pada Selasa (2/12/2025) untuk meninjau akses ke Takengon. Ia menyebut, perjalanan darat ke Kabupaten Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah masih terputus.

Sementara itu, aliran listrik baru dapat diakses di beberapa titik Takengon pada Rabu (3/12/2025), namun jaringan internet dan komunikasi belum stabil, hanya mengandalkan Starlink.

Hingga Kamis (4/12/2025), tercatat 22 orang meninggal dunia di Aceh Tengah, dengan 23 orang masih dinyatakan hilang.

5. Bupati Aceh Tengah nyatakan ketidakmampuan

Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, sebelumnya menyatakan pemerintah daerah tidak mampu menangani bencana. Ia kemudian mengeluarkan Surat Pernyataan Nomor 360/3654BPBD/2025 tanggal 27 November 2025.

Dalam surat tersebut tercantum tiga poin utama: penetapan status darurat bencana dengan 15 korban jiwa dan 3.123 keluarga mengungsi; ketidakmampuan pemerintah daerah menangani bencana akibat potensi bertambahnya korban; dan pernyataan resmi agar surat ini digunakan sesuai kebutuhan.

6. Respons Mendagri Tito Karnavian

Mendagri Tito Karnavian menilai ketidakmampuan kepala daerah menangani bencana wajar, mengingat akses darat yang terputus.

“Contohnya di Takengon, Aceh Tengah menyampaikan bahwa mereka tidak mampu melayani, ya memang tidak mungkin. Jalan tertutup total,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (1/12/2025).

Tito menambahkan, wilayah Aceh memerlukan distribusi pangan melalui udara karena akses darat terputus. Pemerintah pusat berencana mengambil alih pengiriman logistik dari Jakarta dan Medan.

“Bagaimana mungkin Pemda Aceh Tengah memobilisasi alat berat untuk memperbaiki jembatan atau jalan yang rusak, jika akses dari utara dan selatan tertutup? Jadi, lihat kondisi lapangan, memang tidak mungkin mampu,” tegas Tito.

Sumber : bukalapak88.id