Pendakian yang Meninggalkan Luka
Gunung Gede Pangrango, salah satu ikon pendakian di Jawa Barat, kembali pttogel menjadi sorotan bukan karena keindahan alamnya, tetapi karena tumpukan sampah yang ditinggalkan para pendaki. Fenomena ini bukan hal baru. Setiap musim liburan, jalur pendakian populer seperti Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana kerap dipenuhi ribuan pengunjung. Namun di balik antusiasme tersebut, sisa-sisa aktivitas manusia—mulai dari botol plastik, kemasan makanan, hingga peralatan pendakian rusak—meninggalkan “luka” di kawasan taman nasional ini.
Potret Terbaru: Gunungan Sampah di Jalur Pendakian
Beberapa relawan pecinta alam melaporkan bahwa dalam satu akhir pekan, ratusan kilogram sampah berhasil mereka angkut turun. Sampah yang ditemukan bukan hanya bungkus makanan ringan, tetapi juga tenda rusak, botol minuman, hingga kaleng aerosol. Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan karung-karung besar berisi limbah menumpuk di pos-pos peristirahatan. Pemandangan ini jelas kontras dengan semangat “leave no trace” yang seharusnya dipegang setiap pendaki.
Dampak Serius bagi Ekosistem
Sampah plastik dan logam tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga mengancam ekosistem pegunungan. Plastik membutuhkan ratusan tahun untuk terurai. Satwa liar seperti owa jawa, lutung, dan burung-burung endemik bisa menelan sisa makanan berbungkus plastik, yang berakibat fatal. Selain itu, tumpukan sampah dapat mencemari sumber air yang mengalir ke hilir, memengaruhi kualitas air yang dikonsumsi masyarakat sekitar.
baca juga: janji-itu-berakhir-jadi-554-potongan-tubuh-tragisnya-kasus-kekerasan-yang-menggemparkan
Mengapa Masalah Ini Terus Terulang?
Beberapa faktor yang memicu persoalan ini antara lain:
-
Kurangnya Kesadaran Pendaki. Meski banyak yang mengaku pecinta alam, sebagian pendaki masih memandang remeh pentingnya membawa kembali sampah.
-
Tingginya Jumlah Kunjungan. Setiap akhir pekan atau libur panjang, jumlah pendaki bisa melonjak drastis, melebihi kapasitas daya dukung lingkungan.
-
Pengawasan yang Terbatas. Petugas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tidak selalu mampu memantau seluruh jalur pendakian karena keterbatasan personel.
-
Minimnya Edukasi dan Sanksi. Aturan membawa turun sampah memang ada, tetapi penerapan sanksi sering longgar.
Upaya Penanggulangan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebenarnya telah mengeluarkan berbagai kebijakan, seperti sistem kuota pendakian, kewajiban membawa kantong sampah, dan briefing edukatif sebelum pendakian. Komunitas relawan juga rutin mengadakan kegiatan “clean up” untuk membersihkan jalur. Namun, langkah-langkah ini tidak akan cukup tanpa komitmen pendaki itu sendiri.
Beberapa ide yang bisa diperkuat ke depannya antara lain:
-
Penerapan Deposit Sampah. Pendaki membayar deposit yang akan dikembalikan setelah mereka menunjukkan sampah bawaan saat turun.
-
Pembatasan Jumlah Pendaki. Sistem booking online bisa dioptimalkan agar kuota harian tidak melebihi kapasitas.
-
Kampanye Edukasi Berkelanjutan. Edukasi harus dimulai sejak pra-pendaftaran dan disebarkan lewat media sosial.
Peran Pendaki dan Masyarakat
Masalah sampah tidak bisa hanya dibebankan kepada pihak pengelola. Setiap pendaki memiliki tanggung jawab moral untuk membawa kembali apa yang mereka bawa naik. Prinsip “Leave No Trace” bukan sekadar slogan, melainkan etika yang harus menjadi budaya. Komunitas pendaki, sekolah, dan organisasi pecinta alam bisa berperan aktif dengan mengadakan pelatihan, berbagi tips pendakian ramah lingkungan, hingga menjadi relawan pembersihan.
Penutup: Alam Bukan Tempat Menumpuk Dosa
Gunung Gede Pangrango adalah warisan alam yang bernilai tinggi, tempat ribuan spesies flora dan fauna bergantung hidup. Jika kita terus mengabaikan masalah sampah, keindahan yang kita nikmati hari ini bisa lenyap, meninggalkan kerusakan yang sulit diperbaiki. Setiap langkah kaki seharusnya tidak hanya membawa kenangan, tetapi juga tanggung jawab. Mari jadikan pendakian sebagai bentuk cinta alam, bukan perusakan.
sumber artikel: bukalapak88.id